Cerita Kapolda Sumsel:  tentang Film 13 Bom di Jakarta yang Sudah Ditonton 1 Juta Orang

PALEMBANG, SP – Kapolda Sumatra Selatan Irjen Pol A. Rachmad Wibowo mengomentari cerita film “13 Bom di Jakarta”, yang diangkat dari kisah nyata kasus teror bom di Mall Alam Sutera pada tahun 2015 lalu. Film ini sudah ditonton lebih dari 1 juta orang dalam waktu kurang dari satu bulan.

Irjen Pol Rachmad Wibowo saat itu menjabat sebagai Kasubdit IT/Cybercrime Dittipideksus Bareskrim Polri. Dia juga sudah nonton bareng film tersebut bersama jajarannya beberapa waktu lalu, dan membenarkan bagaimana CEO Indodax Oscar Darmawan ikut membantu penyelidikan sehingga Densus 88 Anti Teror Polri berhasil menangkap pelakunya.

“Saat kejadian itu, saya menjabat sebagai Kasubdit Cyber, dan team yang bergerak menyelidiki di lapangan adalah team yang dipimpin oleh Komjen Pol Martinus Hukom (saat ini Kepala BNN RI), Irjen Pol Ibnu Suhaindra (saat ini Deputy di BNPT RI), Irjen Khrisna Murti (saat ini Kadiv Hubinter Polri), dan Irjen Pol Heri Heryawan (saat ini staff khusus Mendagri),” ujar Racmad memulai kisahnya

“Para Jenderal tersebut pada saat kejadian bertugas di Densus 88 Anti Teror Polri dan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, dimana Kapoldanya adalah Jenderal Tito Karnavian, yang kelak menjadi Kapolri dan saat ini menjabat sebagai Mendagri,”lanjutnya.

Rachmad melanjutkan kisahnya, beberapa saat setelah kejadian, selaku Kasubdit Cyber, dirinya menerima laporan dari manajemen Alam Sutra, bahwa mereka menerima email yang berisi ancaman akan diledakan lagi bom di Mall mereka, bilamana Alam Sutra tidak membayar uang tebusan sebesar 100 BTC (Bitcoin), yang saat itu berkisar diangka tiga juta rupiah per Bitcoin nya.

“Dari hasili penyelidikan team Cyber Bareskrim Polri, diketahui bahwa pengirim email terindikasi menguasai teknologi, yang ditandai kemampuannya mengaburkan jejak sehingga menyulitkan pelacakan, dan belum diyakini apakah pengirim email ini betul pelaku peledakan Bom,” tuturnya.

Karena pelaku meminta tebusan menggunakan mata uang Bitcoin, maka Rachmad berkonsultasi dengan Oscar Darmawan, serta disepakati untuk mengirim sejumlah bitcoin, dengan harapan dapat teridentifikasi pelakunya.

Ternyata bitcoin yang dikirimkan tersebut direspon oleh pelaku yang mengirimkan kembali email ancaman dengan nada kecewa karena jumlah bitcoin yang dikirim tidak sesuai dengan jumlah yang diminta.

Namun pelaku tetap melakukan upaya pencucian bitcoin untuk mempersulit pelacakan, dan dengan kemampuan yang dimiliki oleh Oscar, bisa diketahui rekening bank dan lokasi ATM yang digunakan pelaku untuk menarik uang dalam bentuk rupiah.

Bahkan pada pengembangannya, team Cyber Bareskrim Polri juga berhasil mendapatkan foto pelaku berikut kartu identitasnya, yang ternyata pelaku adalah pegawai outsourcing dari sebuah perusahaan yang menjadi tenant pada sebuah gedung perkantoran di Alam Sutra.

Sampai disini, team cyber Bareskrim Polri belum meyakini pelaku sebagai pelaku peledakan bom, namun setidaknya pelakunya sudah bisa dipidana dengan UU ITE karena melakukan pengancaman dan pemerasan.

Sampai team gabungan yang dipimpin Komjen Pol Martinus Hukom, Irjen Pol Ibnu Suhaindra, Irjen Pol Khrisna Murti dan Irjen Pol Heri Heryawan mengkoordinasikan temuan mereka berupa ratusan jam rekaman CCTV yang setelah dianalisis, ternyata penampilan dan wajah pelaku sama dengan yang ditemukan oleh team Cyber Bareskrim Polri.

Pada hari penangkapan, terjadi lagi ledakan bom di Mal Alam Sutra. Dan ketika digeledah pada tubuh pelaku ditemukan kartu identitas dan kartu ATM yang digunakan untuk mencairkan bitcoin.

“Ini merupakan serangan teror pertama yang bermotif ekonomi atau pemerasan, dan pelakunya memiliki keterampilan di bidang IT, bahkan kartu ATM yang dikuasasi pelaku dibelinya melalui dark web, dan cara merakit bom juga dipelajari pelaku melalui dark web,” ucapnya.

Irjen Pol Rachmad Wibowo juga memuji tim Sutradara dan inisiatif Oscar Darmawan yang membuat film tersebut, apalagi film tersebut sudah ditonton 1 juta orang.

“Filmnya bagus, actionnya bagus, ceritanya bagus walau lebih didramatisir dari cerita aslinya, namun ini cukup menjadi tontonan yang menarik yang dikemas secara apik,” akunya.

Saat itu, tahun 2015, belum banyak yang menggunakan Bitcoin. Tapi, sekarang, Bitcoin sudah ramai digunakan. Dan karakter Bitcoin yang mengadopsi sistem blockchain, tidak terpusat, dan tidak ada otoritas yang mengatur, maka menjadi challenge tersendiri dalam pengungkapannya.

Rachmad berharap, film-film seperti ini terus diproduksi oleh anak-anak bangsa untuk mengedukasi masyarakat, terutama terkait dengan kemajuan Teknologi di bidang Informasi dan Komputer, yang bilamana disalah gunakan akan menimbulkan kerusakan besar yang tidak hanya menimbulkan kerugian ekonomi, namun bisa menghancurkan infrastruktur kritikal, belum lagi kejahatan yang bermotif perilaku menyimpang seperti online child pornography atau paedophilia.